Cerita Dewasa - Threesome Dengan 2 Saudara Tiriku
Back To Seks - Waktu aku SMA kelas 3, waktu itu aku baru sebulan tinggal sama ayah tiriku. Ibu menikah dengan orang ini karena karena tidak tahan hidup menjanda lama-lama.
Yang aku tidak sangka-sangka ternyata ayah tiriku punya 2 anak cewek yang keren dan seksi habis, yang satu sekolahnya sama denganku, namanya Anggi dan yang satunya lagi sudah kuliah, namanya Sinta. Si Anggi cocok sekali kalau dijadikan bintang iklan obat pembentuk tubuh, nah kalau si Sinta paling cocok untuk iklan BH sama suplemen payudara.
Sejak pertama aku tinggal, aku selalu berangan-angan bahwa dapat memiliki mereka, tapi angan-angan itu selalu buyar oleh berbagai hal. Dan siang ini kebetulan tidak ada orang di rumah selain aku dengan Anggi, ini juga aku sedang kecapaian karena baru pulang sekolah.
“Anggi! entar kalau ada perlu sama aku, aku ada di kamar,” teriakku dari kamar. Aku mulai menyalakan komputerku dan karena aku sedang suntuk, aku mulai dech surfing ke situs-situs porno kesayanganku, tapi enggak lama kemudian Anggi masuk ke kamar sambil bawa buku, kelihatannya dia mau tanya pelajaran. “Rio, kemaren kamu udah nyatet Biologi belom, aku pinjem dong!” katanya dengan suara manja.
Tanpa memperdulikan komputerku yang sedang memutar film BF via internet, aku mengambilkan dia buku di rak bukuku yang jaraknya lumayan jauh dengan komputerku.
“Anggi..! nich bukunya, kemarenan aku udah nyatet,” kataku.
Anggi tidak memperhatikanku tapi malah memperhatikan film BF yang sedang di komputerku.
“Anggi.. kamu bengong aja!” kataku pura-pura tidak tahu.
“Eh.. iya, Rio kamu nyetel apa tuh! aku bilangin bonyok loh!” kata Anggi.
“Eeh… kamu barusan kan juga liat, aku tau kamu suka juga kan,” balas aku.
“Mending kita nonton sama-sama, tenang aja aku tutup mulut kok,” ajakku berusaha mencari peluang.
“Bener nich, kamu kagak bilang?” katanya ragu.
“Suwer dech!” kataku sambil mengambilkan dia kursi.
Anggi mulai serius menonton tiap adegan, sedangkan aku serius untuk terus menatap tubuhnya.
“Anggi, sebelum ini kamu pernah nonton bokep kagak?” tanyaku.
“Pernah, noh aku punya VCD-nya,” jawabnya.
Wah gila juga nich cewek, diam-diam nakal juga.
“Kalau ML?” tanyaku lagi.
“Belom,” katanya, “Tapi… kalo sendiri sich sering.”
Wah makin berani saja aku, yang ada dalam pikiranku sekarang cuma ML sama dia. Bagaimana caranya si “Rio Junior” bisa puas, tidak peduli saudara tiri, yang penting nafsuku hilang.
Melihat dadanya yang naik-turun karena terangsang, aku jadi semakin terangsang, dan batang kemaluanku pun makin tambah tegang.
“Anggi, kamu terangsang yach, ampe napsu gitu nontonnya,” tanyaku memancing.
“Iya nic Rio, bentar yach aku ke kamar mandi dulu,” katanya.
“Eh… ngapain ke kamar mandi, nih liat!” kataku menunjuk ke arah celanaku.
“Kasihanilah si RIo kecil,” kataku.
“Pikiran kamu jangan yang tidak-tidak dech,” katanya sambil meninggalkan kamarku.
“Tenang aja, rumah kan lagi sepi, aku tutup mulut dech,” kataku memancing.
Dan ternyata tidak ia gubris, bahkan terus berjalan ke kamar mandi sambil tangan kanannya meremas-remas buah dadanya dan tangan kirinya menggosok-gosok kemaluannya, dan hal inilah yang membuatku tidak menyerah. Kukejar terus dia, dan sesaat sebelum masuk kamar mandi, kutarik tangannya, kupegang kepalanya lalu kemudian langsung kucium bibirnya.
Sesaat ia menolak tapi kemudian ia pasrah, bahkan menikmati setiap permainan lidahku. “Kau akan aku berikan pengalaman yang paling memuaskan,” kataku, kemudian kembali melanjutkan menciumnya. Tangannya membuka baju sekolah yang masih kami kenakan dan juga ia membuka BH-nya dan meletakkan tanganku di atas dadanya, kekenyalan dadanya sangat berbeda dengan gadis lain yang pernah kusentuh.
Perlahan ia membuka roknya, celanaku dan celana dalamnya. “Kita ke dalam kamar yuk!” ajaknya setelah kami berdua sama-sama bugil, “Terserah kaulah,” kataku, “Yang penting kau akan kupuaskan.” Tak kusangka ia berani menarik penisku sambil berciuman, dan perlahan-lahan kami berjalan menuju kamarnya.
“Rio, kamu tiduran dech, kita pake ’69′ mau tidak?” katanya sambil mendorongku ke kasurnya. Ia mulai menindihku, didekatkan vaginanya ke mukaku sementara penisku diemutnya, aku mulai mencium-cium vaginanya yang sudah basah itu, dan aroma kewanitaannya membuatku semakin bersemangat untuk langsung memainkan klitorisnya.
Tak lama setelah kumasukkan lidahku, kutemukan klitorisnya lalu aku menghisap, menjilat dan kadang kumainkan dengan lidahku, sementara tanganku bermain di dadanya. Tak lama kemudian ia melepaskan emutannya. “Jangan hentikan Rio… Ach… percepat Rio, aku mau keluar nich! ach… ach… aachh… Rio… aku ke.. luar,” katanya berbarengan dengan menyemprotnya cairan kental dari vaginanya. Dan kemudian dia lemas dan tiduran di sebelahku.
“Anggi, sekali lagi yah, aku belum keluar nich,” pintaku.
“Bentar dulu yach, aku lagi capek nich,” jelasnya.
Aku tidak peduli kata-katanya, kemudian aku mulai mendekati vaginanya.
“Anggi, aku masukkin sekarang yach,” kataku sambil memasukkan penisku perlahan-lahan.
Kelihatannya Anggi sedang tidak sadarkan diri, dia hanya terpejam coba untuk beristirahat. Vagina Anggi masih sempit sekali, penisku dibuat cuma diam mematung di pintunya. Perlahan kubuka dengan tangan dan terus kucoba untuk memasukkannya, dan akhirnya berhasil penisku masuk setengahnya, kira-kira 7 cm.
“Jangan Rio… entar aku hamil!” katanya tanpa berontak.
“Kamu udah mens belom?” tanyaku.
“Udah, baru kemaren, emang kenapa?” katanya.
Sambil aku masukkan penisku yang setengah, aku jawab pertanyaannya,
“Kalau gitu kamu kagak bakal hamil.”
“Ach… ach… ahhh…! sakit Rio, a.. ach… ahhh, pelan-pelan, aaa… aaach… aachhh…!” katanya berteriak nikmat.
“Tenang aja cuma sebentar kok, Anggi mending doggy style dech!” kataku tanpa melepaskan penis dan berusaha memutar tubuhnya.
Ia menuruti kata-kataku, lalu mulai kukeluar-masukkan penisku dalam vaginanya dan kurasa ia pun mulai terangsang kembali, karena sekarang ia merespon gerakan keluar-masukku dengan menaik-turunkan pinggulnya.
“Ach… a… aaa ach…” teriaknya.
“Sakit lagi Rio… a.. aa… ach…”
“Tahan aja, cuma sebentar kok,” kataku sambil terus bergoyang dan meremas-remas buah dadanya.
“Rio,. ach pengen… ach.. a… keluar lagi Rio…” katanya.
“Tunggu sebentar yach, aku juga pengen nich,” balasku.
“Cepetan Rio, enggak tahan nich,” katanya semakin menegang.
“A… ach… aaachhh…! yach kan keluar.”
“Aku juga Say…” kataku semakin kencang menggenjot dan akhirnya setidaknya enam tembakan spermaku di dalam vaginanya.
Kucabut penisku dan aku melihat seprei, apakah ada darahnya atau tidak? tapi tenyata tidak.
“Anggi kamu enggak perawan yach,” tanyaku.
“Iya Rio, dulu waktu lagi masturbasi nyodoknya kedaleman jadinya pecah dech,” jelasnya.
“Rio ingat loh, jangan bilang siapa-siapa, ini rahasia kita aja.””Oh tenang aja aku bisa dipercaya kok, asal lain kali kamu mau lagi.”
“Siapa sih yang bisa nolak ‘Rio Junior’,” katanya mesra.
Setelah saat itu setidaknya seminggu sekali aku selalu melakukan ML dengan Anggi, terkadang aku yang memang sedang ingin atau terkadang juga Anggi yang sering ketagihan, yang asyik sampai saat ini kami selalu bermain di rumah tanpa ada seorang pun yang tahu, kadang tengah malam aku ke kamar Anggi atau sebaliknya, kadang juga saat siang pulang sekolah kalau tidak ada orang di rumah.
Kali ini kelihatannya Anggi lagi ingin, sejak di sekolah ia terus menggodaku, bahkan ia sempat membisikkan kemauannya untuk ML siang ini di rumah, tapi malangnya siang ini ayah dan ibu sedang ada di rumah sehingga kami tak jadi melakukan ini. Aku menjanjikan nanti malam akan main ke kamarnya, dan ia mengiyakan saja, katanya asal bisa ML denganku hari ini ia menurut saja kemauanku.
Ternyata sampai malan ayahku belum tidur juga, kelihatannya sedang asyik menonton pertandingan bola di TV, dan aku pun tidur-tiduran sambil menunggu ayahku tertidur, tapi malang malah aku yang tertidur duluan. Dalam mimpiku, aku sedang dikelitiki sesuatu dan berusaha aku tahan, tapi kemudian sesuatu menindihku hingga aku sesak napas dan kemudian terbangun.
“Anggi ! apa Ayah sudah tidur?” tanyaku melihat ternyata Anggi yang menindihiku dengan keadaan telanjang.
“kamu mulai nakal Rio, dari tadi aku tunggu kamu, kamu tidak datang-datang juga. kamu tau, sekarang sudah jam dua, dan ayah telah tidur sejak jam satu tadi,” katanya mesra sambil memegang penisku karena ternyata celana pendekku dan CD-ku telah dibukanya.
“Yang nakal tuh kamu, Bukannya permisi atau bangunin aku kek,” kataku.
“kamu tidak sadar yach, kamu kan udah bangun, tuh liat udah siap kok,” katanya sambil memperlihatkan penisku.
“Aku emut yach.”
Emutanya kali ini terasa berbeda, terasa begitu menghisap dan kelaparan.
“Anggi jangan cepet-cepet dong, kasian ‘Rio Junior’ dong!”
“Aku udah kepengen berat Rio!” katanya lagi.
“Mending seperti biasa, kita pake posisi ’69′ dan kita sama-sama enak,” kataku sembil berputar tanpa melepaskan emutannya kemudian sambil terus diemut.
Aku mulai menjilat-jilat vaginanya yang telah basah sambil tanganku memencet-mencet payuidaranya yang semakin keras, terus kuhisap vaginanya dan mulai kumasukkan lidahku untuk mencari-cari klitorisnya.
“Aach… achhh…” desahnya ketika kutemukan klitorisnya.
“Rio! kamu pinter banget nemuin itilku, a.. achhh.. ahh..”
“kamu juga makin pinter ngulum ‘Rio’ kecil,” kataku lagi.
“Rio, kali ini kita tidak usah banyak-banyak yach, aa.. achh..” katanya sambil mendesah.
“Cukup sekali aja nembaknya, taaapi… sa.. ma.. ss.. sa… ma… maaa ac… ach…” katanya sambil menikmati jilatanku.
“Tapi Rio aku.. ma.. u.. keluar nich! Ach.. a… aaahh…” katanya sambil menegang kemudian mengeluarkan cairan dari vaginanya.
“Kayaknya kamu harus dua kali dech!” kataku sambil merubah posisi.
“Ya udah dech, tapi sekarang kamu masukin yach,” katanya lagi.
“Bersiaplah akan aku masukkan ini sekarang,” kataku sambil mengarahkan penisku ke vaginanya.
“Siap-siap yach!”
“Ayo dech,” katanya.
“Ach… a… ahhh…” desahnya ketika kumasukkan penisku.
“Pelan-pelan dong!”
“Inikan udah pelan Anggi ,” kataku sambil mulai bergoyang.
“Anggi , kamu udah terangsang lagi belon?” tanyaku.
“Bentar lagi Rio,” katanya mulai menggoyangkan pantatnya untuk mengimbangiku, dan kemudian dia menarik kepalaku dan memitaku untuk sambil menciumnya.
“Sambil bercumbu dong Rio!”
Tanpa disuruh dua kali aku langsung mncumbunya, dan aku betul-betul menikmati permainan lidahnya yang semakin mahir.
“Anggi kamu udah punya pacar belom?” tanyaku.”Aku udah tapi baru abis putus,” katanya sambil mendesah.
“Rio pacar aku itu enggak tau loh soal benginian, cuma kamu loh yang beginian sama aku.”
“Ach yang bener?” tanyaku lagi sambil mempercepat goyangan.
“Ach.. be.. ner.. kok Rio, a.. aaa… ach.. achhh,” katanya terputus-putus.
“Tahan aja, atau kamu mau udahan?” kataku menggoda.
“Jangan udahan dong, aku baru kamu bikin terangsang lagi, kan kagak enak kalau udahan, achh… aaa… ahhh… aku percepat yach Rio,” katanya.
Kemudian mempercepat gerakan pinggulnya.
“Kamu udah ngerti gimana enaknya, bentar lagi kayaknya aku bakal keluar dech,” kataku menyadari bahwa sepermaku sudah mengumpul di ujung.
“Achh… ach… bentar lagi nih.”
“Tahan Rio!” katanya sambil mengeluarkan penisku dari vaginanya dan kemudian menggulumnya sambil tanganya mamainkan klitorisnya.
“Aku juga Rio, bantu aku cari klitorisku dong!” katanya menarik tanganku ke vaginanya.
Sambil penisku terus dihisapnya kumainkan klitorisnya dengan tanganku dan….
“Achh… a… achh… achhh… ahhh…” desahku sambil menembakkan spermaku dalam mulutnya.
“Aku juga Rio…” katanya sambil menjepit tanganku dalam vaginanya.
“Ach… ah… aaa.. ach…” desahnya.
“Aku tidur di sini yach, nanti bangunin aku jam lima sebelum ayah bagun,” katanya sambil menutup mata dan kemudian tertidur, di sampingku.
Tepat jam lima pagi aku bangun dan membangunkanya, kemudian ia bergegas ke kamar madi dan mempersiapkan diri untuk sekolah, begitu juga dengan aku. Yang aneh siang ini tidak seperti biasanya Anggi tidak pulang bersamaku karena ia ada les privat, sedangkan di rumah cuma ada Mbak Sinta, dan anehnya siang-siang begini Mbak Sinta di rumah memakai kaos ketat dan rok mini seperti sedang menunggu sesuatu.
“Siang Rio! baru pulang? Anggi mana?” tanyanya.
“Anggi lagi les, katanya bakal pulang sore,” kataku, “Loh Mbak sendiri kapan pulang? katanya dari Solo yach?”
“Aku pulang tadi malem jam tigaan,” katanya.
“Rio, tadi malam kamu teriak sendirian di kamar ada apa?”
Wah gawat sepertinya Mbak Sinta dengar desahannya Anggi tadi malam.
“Ach tidak kok, cuma ngigo,” kataku sambil berlalu ke kamar.
“Rio!” panggilnya, “Temenin Mbak nonton VCD dong, Mbak males nich nonton sendirian,” katanya dari kamarnya.
“Bentar!” kataku sambil berjalan menuju kamarnya, “Ada film apa Mbak?” tanyaku sesampai di kamarnya.
“Liat aja, nanti juga tau,” katanya lagi.
“Mbak lagi nungguin seseorang yach?” tanyaku.
“Mbak, lagi nungguin kamu kok,” katanya datar, “Tuh liat filmnya udah mulai.”
“Loh inikan…?” kataku melihat film BF yang diputarnya dan tanpa meneruskan kata-kataku karena melihat ia mendekatiku. Kemudian ia mulai mencium bibirku.
“Mbak tau kok yang semalam,” katanya, “Kamu mau enggak ngelayanin aku, aku lebih pengalaman dech dari Anggi.”
Wah pucuk di cinta ulam tiba, yang satu pergi datang yang lain.
“Mbak, aku kan adik yang berbakti, masak nolak sich,” godaku sambil tangan kananku mulai masuk ke dalam rok mininya menggosok-gosok vaginanya, sedangkan tangan kiriku masuk ke kausnya dan memencet-mencet pCintyadaranya yang super besar.
“Kamu pinter dech, tapi sayang kamu nakal, pinter cari kesempatan,” katanya menghentikan ciumannya dan melepaskan tanganku dari dada dan vaginanya.
“Mbak mau ngapain, kan lagi asyik?” tanyaku.”Kamu kagak sabaran yach, Mbak buka baju dulu terus kau juga, biar asikkan?” katanya sambil membuka bajunya.
Aku juga tak mau ketinggalan, aku mulai membuka bajuku sampai pada akhirnya kami berdua telanjang bulat.
“Tubuh Mbak bagus banget,” kataku memperhatikan tubuhnya dari atas sampai ujung kaki, benar-benar tidak ada cacat, putih mu Nov dan sekal.
Ia langsung mencumbuku dan tangan kanannya memegang penisku, dan mengarahkan ke vaginanya sambil berdiri.
“Aku udah enggak tahan Rio,” katanya.
Kuhalangi penisku dengan tangan kananku lalu kumainkan vaginanya dengan tangan kiriku.
“Nanti dulu ach, beginikan lebih asik.”
“Ach… kamu nakal Rio! pantes si Anggi mau,” katanya mesra.
“Rio…! Mbak…! lagi dimana kalian?” terdengar suara Anggi memanggil dari luar.
“Hari ini guru lesnya tidak masuk jadi aku dipulangin, kalian lagi dimana sich?” tanyanya sekali lagi.
“Masuk aja Anggi, kita lagi pesta nich,” kata Mbak Sinta.
“Mbak! Entar kalau Anggi tau gimana?” tanyaku.
“Rio jangan panggil Mbak, panggil aja Sinta,” katanya dan ketika itu aku melihat Anggi di pintu kamar sedang membuka baju.
“Sin, aku ikut yach!” pinta Anggi sambil memainkan vaginanya.
“Rio kamu kuat nggak?” tanya Sinta.
“Tenang aja aku kuat kok, lagian kasian tuch Anggi udah terangsang,” kataku.
“Anggi cepet sinih emut ‘Rio Junior’,” ajakku.
Tanpa menolak Anggi langsung datang mengemut penisku.
“Mending kita tiduran, biar aku dapet vaginamu,” kataku pada Sinta.
“Ayo dech!” katanya kemudian mengambil posisi.
Sinta meletakkan vaginanya di atas kepalaku, dan kepalanya menghadap vagina Anggi yang sedang mengemut penisku.
“Anggi , aku maenin vaginamu,” katanya.
Tanpa menunggu jawaban dari Anggi ia langsung bermain di vaginanya.
Permainan ini berlangsung lama sampai akhirnya Sinta menegangkan pahanya, dan… “Ach… a… aaach… aku keluar…” katanya sambil menyemprotkan cairan di vaginanya.
“Sekarang ganti Anggi yach,” kataku.
Kemudian aku bangun dan mengarahkan penisku ke vaginanya dan masuk perlahan-lahan.
“Ach… aach…” desah Anggi.
“Kamu curang, Anggi kamu masukin, kok aku tidak?” katanya.
“Abis kamu keluar duluan, tapi tenang aja, nanti abis Anggi keluar kamu aku masukin, yang penting kamu merangsang dirimu sendiri,” kataku.
“Yang cepet dong goyangnya!” keluh Anggi.
Kupercepat goyanganku, dan dia mengimbanginya juga.
“Kak, ach… entar lagi gant… a… ach.. gantian yach, aku.. mau keluar ach… aaa… a… ach….!” desahnya, kemudian lemas dan tertidur tak berdaya.
“Ayo Rio tunggu apa lagi!” kata Sinta sambil mengangkang mampersilakan penisku untuk mencoblosnya.
“Aku udah terangsang lagi.”
Tanpa menunggu lama aku langsung mencoblosnya dan mencumbunya.
“Gimana enak penisku ini?” tanyaku.
“Penis kamu kepanjangan,” katanya, “tapi enak!”
“Kayaknya aku nggak lama lagi dech,” kataku.
“Sama, aku juga enggak lama lagi,” katanya, “Kita keluarin sama-sama yach!” terangnya.
“Di luar apa di dalem?” tanyaku lagi.
“Ach… a… aach… di.. dalem… aja…” katanya tidak jelas karena sambil mendesah.
“Maksudku, ah.. ach.. di dalem aja… aah… ach… bentar lagi…”
“Aku… keluar… ach… achhh… ahhh…” desahku sambil menembakkan spermaku.
“Ach… aach… aku… ach.. juga…” katanya sambil menegang dan aku merasakan cairan membasahi penisku dalam vaginanya.
Akhirnya kami bertiga tertidur di lantai dan kami bangun pada saat bersamaan.
“Rio aku mandi dulu yach, udah sore nich.”
“Aku juga ach,” kataku.
“Rio, Anggi, lain kali lagi yach,” pinta Sinta.
“Itu bisa diatur, asal lagi kosong kayak gini, ya nggak Rio!” kata Anggi.
“Kapan aja kalian mau aku siap,” kataku.
“Kalau gitu kalian jangan mandi dulu, kita main lagi yuk!” kata Sinta mulai memegang penisku.
Akhirnya kami main lagi sampai malam dan kebetulan ayah dan ibu telepon dan mengatakan bahwa mereka pulangnya besok pagi, jadi kami lebih bebas bermain, lagi dan lagi. Kemudian hari selanjutya kami sering bermain saat situasi seperti ini, kadang tengah malam hanya dengan Sinta atau hanya Anggi.
Oh bapak tiri, ternyata selain harta banyak, kamu juga punya dua anak yang siap menemaniku kapan saja, ohh nikmatnya hidup ini.
Yang aku tidak sangka-sangka ternyata ayah tiriku punya 2 anak cewek yang keren dan seksi habis, yang satu sekolahnya sama denganku, namanya Anggi dan yang satunya lagi sudah kuliah, namanya Sinta. Si Anggi cocok sekali kalau dijadikan bintang iklan obat pembentuk tubuh, nah kalau si Sinta paling cocok untuk iklan BH sama suplemen payudara.
Sejak pertama aku tinggal, aku selalu berangan-angan bahwa dapat memiliki mereka, tapi angan-angan itu selalu buyar oleh berbagai hal. Dan siang ini kebetulan tidak ada orang di rumah selain aku dengan Anggi, ini juga aku sedang kecapaian karena baru pulang sekolah.
“Anggi! entar kalau ada perlu sama aku, aku ada di kamar,” teriakku dari kamar. Aku mulai menyalakan komputerku dan karena aku sedang suntuk, aku mulai dech surfing ke situs-situs porno kesayanganku, tapi enggak lama kemudian Anggi masuk ke kamar sambil bawa buku, kelihatannya dia mau tanya pelajaran. “Rio, kemaren kamu udah nyatet Biologi belom, aku pinjem dong!” katanya dengan suara manja.
Tanpa memperdulikan komputerku yang sedang memutar film BF via internet, aku mengambilkan dia buku di rak bukuku yang jaraknya lumayan jauh dengan komputerku.
“Anggi..! nich bukunya, kemarenan aku udah nyatet,” kataku.
Anggi tidak memperhatikanku tapi malah memperhatikan film BF yang sedang di komputerku.
“Anggi.. kamu bengong aja!” kataku pura-pura tidak tahu.
“Eh.. iya, Rio kamu nyetel apa tuh! aku bilangin bonyok loh!” kata Anggi.
“Eeh… kamu barusan kan juga liat, aku tau kamu suka juga kan,” balas aku.
“Mending kita nonton sama-sama, tenang aja aku tutup mulut kok,” ajakku berusaha mencari peluang.
“Bener nich, kamu kagak bilang?” katanya ragu.
“Suwer dech!” kataku sambil mengambilkan dia kursi.
Anggi mulai serius menonton tiap adegan, sedangkan aku serius untuk terus menatap tubuhnya.
“Anggi, sebelum ini kamu pernah nonton bokep kagak?” tanyaku.
“Pernah, noh aku punya VCD-nya,” jawabnya.
Wah gila juga nich cewek, diam-diam nakal juga.
“Kalau ML?” tanyaku lagi.
“Belom,” katanya, “Tapi… kalo sendiri sich sering.”
Wah makin berani saja aku, yang ada dalam pikiranku sekarang cuma ML sama dia. Bagaimana caranya si “Rio Junior” bisa puas, tidak peduli saudara tiri, yang penting nafsuku hilang.
Melihat dadanya yang naik-turun karena terangsang, aku jadi semakin terangsang, dan batang kemaluanku pun makin tambah tegang.
“Anggi, kamu terangsang yach, ampe napsu gitu nontonnya,” tanyaku memancing.
“Iya nic Rio, bentar yach aku ke kamar mandi dulu,” katanya.
“Eh… ngapain ke kamar mandi, nih liat!” kataku menunjuk ke arah celanaku.
“Kasihanilah si RIo kecil,” kataku.
“Pikiran kamu jangan yang tidak-tidak dech,” katanya sambil meninggalkan kamarku.
“Tenang aja, rumah kan lagi sepi, aku tutup mulut dech,” kataku memancing.
Dan ternyata tidak ia gubris, bahkan terus berjalan ke kamar mandi sambil tangan kanannya meremas-remas buah dadanya dan tangan kirinya menggosok-gosok kemaluannya, dan hal inilah yang membuatku tidak menyerah. Kukejar terus dia, dan sesaat sebelum masuk kamar mandi, kutarik tangannya, kupegang kepalanya lalu kemudian langsung kucium bibirnya.
Sesaat ia menolak tapi kemudian ia pasrah, bahkan menikmati setiap permainan lidahku. “Kau akan aku berikan pengalaman yang paling memuaskan,” kataku, kemudian kembali melanjutkan menciumnya. Tangannya membuka baju sekolah yang masih kami kenakan dan juga ia membuka BH-nya dan meletakkan tanganku di atas dadanya, kekenyalan dadanya sangat berbeda dengan gadis lain yang pernah kusentuh.
Perlahan ia membuka roknya, celanaku dan celana dalamnya. “Kita ke dalam kamar yuk!” ajaknya setelah kami berdua sama-sama bugil, “Terserah kaulah,” kataku, “Yang penting kau akan kupuaskan.” Tak kusangka ia berani menarik penisku sambil berciuman, dan perlahan-lahan kami berjalan menuju kamarnya.
“Rio, kamu tiduran dech, kita pake ’69′ mau tidak?” katanya sambil mendorongku ke kasurnya. Ia mulai menindihku, didekatkan vaginanya ke mukaku sementara penisku diemutnya, aku mulai mencium-cium vaginanya yang sudah basah itu, dan aroma kewanitaannya membuatku semakin bersemangat untuk langsung memainkan klitorisnya.
Tak lama setelah kumasukkan lidahku, kutemukan klitorisnya lalu aku menghisap, menjilat dan kadang kumainkan dengan lidahku, sementara tanganku bermain di dadanya. Tak lama kemudian ia melepaskan emutannya. “Jangan hentikan Rio… Ach… percepat Rio, aku mau keluar nich! ach… ach… aachh… Rio… aku ke.. luar,” katanya berbarengan dengan menyemprotnya cairan kental dari vaginanya. Dan kemudian dia lemas dan tiduran di sebelahku.
“Anggi, sekali lagi yah, aku belum keluar nich,” pintaku.
“Bentar dulu yach, aku lagi capek nich,” jelasnya.
Aku tidak peduli kata-katanya, kemudian aku mulai mendekati vaginanya.
“Anggi, aku masukkin sekarang yach,” kataku sambil memasukkan penisku perlahan-lahan.
Kelihatannya Anggi sedang tidak sadarkan diri, dia hanya terpejam coba untuk beristirahat. Vagina Anggi masih sempit sekali, penisku dibuat cuma diam mematung di pintunya. Perlahan kubuka dengan tangan dan terus kucoba untuk memasukkannya, dan akhirnya berhasil penisku masuk setengahnya, kira-kira 7 cm.
“Jangan Rio… entar aku hamil!” katanya tanpa berontak.
“Kamu udah mens belom?” tanyaku.
“Udah, baru kemaren, emang kenapa?” katanya.
Sambil aku masukkan penisku yang setengah, aku jawab pertanyaannya,
“Kalau gitu kamu kagak bakal hamil.”
“Ach… ach… ahhh…! sakit Rio, a.. ach… ahhh, pelan-pelan, aaa… aaach… aachhh…!” katanya berteriak nikmat.
“Tenang aja cuma sebentar kok, Anggi mending doggy style dech!” kataku tanpa melepaskan penis dan berusaha memutar tubuhnya.
Ia menuruti kata-kataku, lalu mulai kukeluar-masukkan penisku dalam vaginanya dan kurasa ia pun mulai terangsang kembali, karena sekarang ia merespon gerakan keluar-masukku dengan menaik-turunkan pinggulnya.
“Ach… a… aaa ach…” teriaknya.
“Sakit lagi Rio… a.. aa… ach…”
“Tahan aja, cuma sebentar kok,” kataku sambil terus bergoyang dan meremas-remas buah dadanya.
“Rio,. ach pengen… ach.. a… keluar lagi Rio…” katanya.
“Tunggu sebentar yach, aku juga pengen nich,” balasku.
“Cepetan Rio, enggak tahan nich,” katanya semakin menegang.
“A… ach… aaachhh…! yach kan keluar.”
“Aku juga Say…” kataku semakin kencang menggenjot dan akhirnya setidaknya enam tembakan spermaku di dalam vaginanya.
Kucabut penisku dan aku melihat seprei, apakah ada darahnya atau tidak? tapi tenyata tidak.
“Anggi kamu enggak perawan yach,” tanyaku.
“Iya Rio, dulu waktu lagi masturbasi nyodoknya kedaleman jadinya pecah dech,” jelasnya.
“Rio ingat loh, jangan bilang siapa-siapa, ini rahasia kita aja.””Oh tenang aja aku bisa dipercaya kok, asal lain kali kamu mau lagi.”
“Siapa sih yang bisa nolak ‘Rio Junior’,” katanya mesra.
Setelah saat itu setidaknya seminggu sekali aku selalu melakukan ML dengan Anggi, terkadang aku yang memang sedang ingin atau terkadang juga Anggi yang sering ketagihan, yang asyik sampai saat ini kami selalu bermain di rumah tanpa ada seorang pun yang tahu, kadang tengah malam aku ke kamar Anggi atau sebaliknya, kadang juga saat siang pulang sekolah kalau tidak ada orang di rumah.
Kali ini kelihatannya Anggi lagi ingin, sejak di sekolah ia terus menggodaku, bahkan ia sempat membisikkan kemauannya untuk ML siang ini di rumah, tapi malangnya siang ini ayah dan ibu sedang ada di rumah sehingga kami tak jadi melakukan ini. Aku menjanjikan nanti malam akan main ke kamarnya, dan ia mengiyakan saja, katanya asal bisa ML denganku hari ini ia menurut saja kemauanku.
Ternyata sampai malan ayahku belum tidur juga, kelihatannya sedang asyik menonton pertandingan bola di TV, dan aku pun tidur-tiduran sambil menunggu ayahku tertidur, tapi malang malah aku yang tertidur duluan. Dalam mimpiku, aku sedang dikelitiki sesuatu dan berusaha aku tahan, tapi kemudian sesuatu menindihku hingga aku sesak napas dan kemudian terbangun.
“Anggi ! apa Ayah sudah tidur?” tanyaku melihat ternyata Anggi yang menindihiku dengan keadaan telanjang.
“kamu mulai nakal Rio, dari tadi aku tunggu kamu, kamu tidak datang-datang juga. kamu tau, sekarang sudah jam dua, dan ayah telah tidur sejak jam satu tadi,” katanya mesra sambil memegang penisku karena ternyata celana pendekku dan CD-ku telah dibukanya.
“Yang nakal tuh kamu, Bukannya permisi atau bangunin aku kek,” kataku.
“kamu tidak sadar yach, kamu kan udah bangun, tuh liat udah siap kok,” katanya sambil memperlihatkan penisku.
“Aku emut yach.”
Emutanya kali ini terasa berbeda, terasa begitu menghisap dan kelaparan.
“Anggi jangan cepet-cepet dong, kasian ‘Rio Junior’ dong!”
“Aku udah kepengen berat Rio!” katanya lagi.
“Mending seperti biasa, kita pake posisi ’69′ dan kita sama-sama enak,” kataku sembil berputar tanpa melepaskan emutannya kemudian sambil terus diemut.
Aku mulai menjilat-jilat vaginanya yang telah basah sambil tanganku memencet-mencet payuidaranya yang semakin keras, terus kuhisap vaginanya dan mulai kumasukkan lidahku untuk mencari-cari klitorisnya.
“Aach… achhh…” desahnya ketika kutemukan klitorisnya.
“Rio! kamu pinter banget nemuin itilku, a.. achhh.. ahh..”
“kamu juga makin pinter ngulum ‘Rio’ kecil,” kataku lagi.
“Rio, kali ini kita tidak usah banyak-banyak yach, aa.. achh..” katanya sambil mendesah.
“Cukup sekali aja nembaknya, taaapi… sa.. ma.. ss.. sa… ma… maaa ac… ach…” katanya sambil menikmati jilatanku.
“Tapi Rio aku.. ma.. u.. keluar nich! Ach.. a… aaahh…” katanya sambil menegang kemudian mengeluarkan cairan dari vaginanya.
“Kayaknya kamu harus dua kali dech!” kataku sambil merubah posisi.
“Ya udah dech, tapi sekarang kamu masukin yach,” katanya lagi.
“Bersiaplah akan aku masukkan ini sekarang,” kataku sambil mengarahkan penisku ke vaginanya.
“Siap-siap yach!”
“Ayo dech,” katanya.
“Ach… a… ahhh…” desahnya ketika kumasukkan penisku.
“Pelan-pelan dong!”
“Inikan udah pelan Anggi ,” kataku sambil mulai bergoyang.
“Anggi , kamu udah terangsang lagi belon?” tanyaku.
“Bentar lagi Rio,” katanya mulai menggoyangkan pantatnya untuk mengimbangiku, dan kemudian dia menarik kepalaku dan memitaku untuk sambil menciumnya.
“Sambil bercumbu dong Rio!”
Tanpa disuruh dua kali aku langsung mncumbunya, dan aku betul-betul menikmati permainan lidahnya yang semakin mahir.
“Anggi kamu udah punya pacar belom?” tanyaku.”Aku udah tapi baru abis putus,” katanya sambil mendesah.
“Rio pacar aku itu enggak tau loh soal benginian, cuma kamu loh yang beginian sama aku.”
“Ach yang bener?” tanyaku lagi sambil mempercepat goyangan.
“Ach.. be.. ner.. kok Rio, a.. aaa… ach.. achhh,” katanya terputus-putus.
“Tahan aja, atau kamu mau udahan?” kataku menggoda.
“Jangan udahan dong, aku baru kamu bikin terangsang lagi, kan kagak enak kalau udahan, achh… aaa… ahhh… aku percepat yach Rio,” katanya.
Kemudian mempercepat gerakan pinggulnya.
“Kamu udah ngerti gimana enaknya, bentar lagi kayaknya aku bakal keluar dech,” kataku menyadari bahwa sepermaku sudah mengumpul di ujung.
“Achh… ach… bentar lagi nih.”
“Tahan Rio!” katanya sambil mengeluarkan penisku dari vaginanya dan kemudian menggulumnya sambil tanganya mamainkan klitorisnya.
“Aku juga Rio, bantu aku cari klitorisku dong!” katanya menarik tanganku ke vaginanya.
Sambil penisku terus dihisapnya kumainkan klitorisnya dengan tanganku dan….
“Achh… a… achh… achhh… ahhh…” desahku sambil menembakkan spermaku dalam mulutnya.
“Aku juga Rio…” katanya sambil menjepit tanganku dalam vaginanya.
“Ach… ah… aaa.. ach…” desahnya.
“Aku tidur di sini yach, nanti bangunin aku jam lima sebelum ayah bagun,” katanya sambil menutup mata dan kemudian tertidur, di sampingku.
Tepat jam lima pagi aku bangun dan membangunkanya, kemudian ia bergegas ke kamar madi dan mempersiapkan diri untuk sekolah, begitu juga dengan aku. Yang aneh siang ini tidak seperti biasanya Anggi tidak pulang bersamaku karena ia ada les privat, sedangkan di rumah cuma ada Mbak Sinta, dan anehnya siang-siang begini Mbak Sinta di rumah memakai kaos ketat dan rok mini seperti sedang menunggu sesuatu.
“Siang Rio! baru pulang? Anggi mana?” tanyanya.
“Anggi lagi les, katanya bakal pulang sore,” kataku, “Loh Mbak sendiri kapan pulang? katanya dari Solo yach?”
“Aku pulang tadi malem jam tigaan,” katanya.
“Rio, tadi malam kamu teriak sendirian di kamar ada apa?”
Wah gawat sepertinya Mbak Sinta dengar desahannya Anggi tadi malam.
“Ach tidak kok, cuma ngigo,” kataku sambil berlalu ke kamar.
“Rio!” panggilnya, “Temenin Mbak nonton VCD dong, Mbak males nich nonton sendirian,” katanya dari kamarnya.
“Bentar!” kataku sambil berjalan menuju kamarnya, “Ada film apa Mbak?” tanyaku sesampai di kamarnya.
“Liat aja, nanti juga tau,” katanya lagi.
“Mbak lagi nungguin seseorang yach?” tanyaku.
“Mbak, lagi nungguin kamu kok,” katanya datar, “Tuh liat filmnya udah mulai.”
“Loh inikan…?” kataku melihat film BF yang diputarnya dan tanpa meneruskan kata-kataku karena melihat ia mendekatiku. Kemudian ia mulai mencium bibirku.
“Mbak tau kok yang semalam,” katanya, “Kamu mau enggak ngelayanin aku, aku lebih pengalaman dech dari Anggi.”
Wah pucuk di cinta ulam tiba, yang satu pergi datang yang lain.
“Mbak, aku kan adik yang berbakti, masak nolak sich,” godaku sambil tangan kananku mulai masuk ke dalam rok mininya menggosok-gosok vaginanya, sedangkan tangan kiriku masuk ke kausnya dan memencet-mencet pCintyadaranya yang super besar.
“Kamu pinter dech, tapi sayang kamu nakal, pinter cari kesempatan,” katanya menghentikan ciumannya dan melepaskan tanganku dari dada dan vaginanya.
“Mbak mau ngapain, kan lagi asyik?” tanyaku.”Kamu kagak sabaran yach, Mbak buka baju dulu terus kau juga, biar asikkan?” katanya sambil membuka bajunya.
Aku juga tak mau ketinggalan, aku mulai membuka bajuku sampai pada akhirnya kami berdua telanjang bulat.
“Tubuh Mbak bagus banget,” kataku memperhatikan tubuhnya dari atas sampai ujung kaki, benar-benar tidak ada cacat, putih mu Nov dan sekal.
Ia langsung mencumbuku dan tangan kanannya memegang penisku, dan mengarahkan ke vaginanya sambil berdiri.
“Aku udah enggak tahan Rio,” katanya.
Kuhalangi penisku dengan tangan kananku lalu kumainkan vaginanya dengan tangan kiriku.
“Nanti dulu ach, beginikan lebih asik.”
“Ach… kamu nakal Rio! pantes si Anggi mau,” katanya mesra.
“Rio…! Mbak…! lagi dimana kalian?” terdengar suara Anggi memanggil dari luar.
“Hari ini guru lesnya tidak masuk jadi aku dipulangin, kalian lagi dimana sich?” tanyanya sekali lagi.
“Masuk aja Anggi, kita lagi pesta nich,” kata Mbak Sinta.
“Mbak! Entar kalau Anggi tau gimana?” tanyaku.
“Rio jangan panggil Mbak, panggil aja Sinta,” katanya dan ketika itu aku melihat Anggi di pintu kamar sedang membuka baju.
“Sin, aku ikut yach!” pinta Anggi sambil memainkan vaginanya.
“Rio kamu kuat nggak?” tanya Sinta.
“Tenang aja aku kuat kok, lagian kasian tuch Anggi udah terangsang,” kataku.
“Anggi cepet sinih emut ‘Rio Junior’,” ajakku.
Tanpa menolak Anggi langsung datang mengemut penisku.
“Mending kita tiduran, biar aku dapet vaginamu,” kataku pada Sinta.
“Ayo dech!” katanya kemudian mengambil posisi.
Sinta meletakkan vaginanya di atas kepalaku, dan kepalanya menghadap vagina Anggi yang sedang mengemut penisku.
“Anggi , aku maenin vaginamu,” katanya.
Tanpa menunggu jawaban dari Anggi ia langsung bermain di vaginanya.
Permainan ini berlangsung lama sampai akhirnya Sinta menegangkan pahanya, dan… “Ach… a… aaach… aku keluar…” katanya sambil menyemprotkan cairan di vaginanya.
“Sekarang ganti Anggi yach,” kataku.
Kemudian aku bangun dan mengarahkan penisku ke vaginanya dan masuk perlahan-lahan.
“Ach… aach…” desah Anggi.
“Kamu curang, Anggi kamu masukin, kok aku tidak?” katanya.
“Abis kamu keluar duluan, tapi tenang aja, nanti abis Anggi keluar kamu aku masukin, yang penting kamu merangsang dirimu sendiri,” kataku.
“Yang cepet dong goyangnya!” keluh Anggi.
Kupercepat goyanganku, dan dia mengimbanginya juga.
“Kak, ach… entar lagi gant… a… ach.. gantian yach, aku.. mau keluar ach… aaa… a… ach….!” desahnya, kemudian lemas dan tertidur tak berdaya.
“Ayo Rio tunggu apa lagi!” kata Sinta sambil mengangkang mampersilakan penisku untuk mencoblosnya.
“Aku udah terangsang lagi.”
Tanpa menunggu lama aku langsung mencoblosnya dan mencumbunya.
“Gimana enak penisku ini?” tanyaku.
“Penis kamu kepanjangan,” katanya, “tapi enak!”
“Kayaknya aku nggak lama lagi dech,” kataku.
“Sama, aku juga enggak lama lagi,” katanya, “Kita keluarin sama-sama yach!” terangnya.
“Di luar apa di dalem?” tanyaku lagi.
“Ach… a… aach… di.. dalem… aja…” katanya tidak jelas karena sambil mendesah.
“Maksudku, ah.. ach.. di dalem aja… aah… ach… bentar lagi…”
“Aku… keluar… ach… achhh… ahhh…” desahku sambil menembakkan spermaku.
“Ach… aach… aku… ach.. juga…” katanya sambil menegang dan aku merasakan cairan membasahi penisku dalam vaginanya.
Akhirnya kami bertiga tertidur di lantai dan kami bangun pada saat bersamaan.
“Rio aku mandi dulu yach, udah sore nich.”
“Aku juga ach,” kataku.
“Rio, Anggi, lain kali lagi yach,” pinta Sinta.
“Itu bisa diatur, asal lagi kosong kayak gini, ya nggak Rio!” kata Anggi.
“Kapan aja kalian mau aku siap,” kataku.
“Kalau gitu kalian jangan mandi dulu, kita main lagi yuk!” kata Sinta mulai memegang penisku.
Akhirnya kami main lagi sampai malam dan kebetulan ayah dan ibu telepon dan mengatakan bahwa mereka pulangnya besok pagi, jadi kami lebih bebas bermain, lagi dan lagi. Kemudian hari selanjutya kami sering bermain saat situasi seperti ini, kadang tengah malam hanya dengan Sinta atau hanya Anggi.
Oh bapak tiri, ternyata selain harta banyak, kamu juga punya dua anak yang siap menemaniku kapan saja, ohh nikmatnya hidup ini.
Posted by : Miracle Tan
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.